Cairan Yang Keluar dari Kemaluan Selain Air Seni

Sebagaimana kita ketahui, selain air seni (air kencing), ada tiga jenis cairan yang juga keluar dari kemaluan anak adam, yaitu Wadi, Mazi dan Mani, berikut penjelasannya :

1. Wadi 
Wadi adalah cairan kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing atau karena bekerja berat. Hukumnya najis sebagaimana ditetapkan oleh para ulama. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.

2. Madzi 
Madzi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari kemaluan laki-laki biasa atau ia akan keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari perempuan dinamakan Qudza. Madzi biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan keluarnya tidak deras atau tidak memancar.

Madzi berbeda dengan mani, yaitu bahwa keluarnya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi) sedangkan madzi tidak. Sebagaimana wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi, “cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)

3. Mani 
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Air mani yang keluar dari kemaluan seseorang sesungguhnya bukan benda najis. Air mani adalah satu pengecualian dari ketentuan bahwa segala benda yang keluar lewat kemaluan hukumnya najis. Baik berbentuk padat, cair atau gas. Air kencing, mazi, wadi, darah, nanah, batu dan apapun yang keluar lewat kemaluan ditetapkan para ulama sebagai benda najis. Kecuali air mani, hukumnya bukan najis. Dalilnya cukup banyak, di antaranya adalah hadits berikut ini: Dari Aisyah ra berkata, "Aku mengerok mani dari pakaian Rasulullah SAW dan beliau memakainya untuk shalat.” (HR Muslim)

Dengan hadits ini, para ulama umumnya mengatakan bahwa air mani itu tidak najis. Tindakan Aisyah isteri beliau mengerok sisa mani yang sudah mengering di pakaian beliau menunjukkan bahwa air mani tidak najis. Sebab kalau najis, maka seharusnya Aisyah ra mencucinya dengan air hingga hilang warna, aroma atau rasanya. Tindakan Aisyah menurut sebagian ulama dilatar-belakangi rasa malu beliau melihat Rasulullah SAW, suaminya, shalat dengan pakaian yang belepotan sisa mani.

Maka dikeriknya setelah kering agar tidak terlihat nyata, meski sesungguhnya tetap masih ada sisa mani kering yang menempel. Namun sebagian kecil ulama memang ada yang mengatakan bahwa air mani itu najis. Misalnya pendapatsebagian mazhab Hanafi. Di antara dasar yang melandaskan pendapat mereka adalah hadits berikut ini: Aisyah ra. mengatakan, ”Biasa Rasulullah SAW mencuci mani kemudian keluar shalat memakai sarung itu dan saya melihat bekasnya cucian sarung itu” (Mutafaqqun ‘alaih) Tindakan Rasulullah SAW mencuci bekas mani di pakaiannya menunjukkan bahwa mani itu najis. Namun pendapat ini disanggah oleh para ulama yang mengatakan bahwa air mani tidak najis dengan beberapa jawaban. Antara lain:

  1. Hadits ini meski secara riwayatnya shahih, namun tidak menunjukkan kewajiban untuk mencuci bekas mani yang menempel di pakaian. Tetapi hanya menunjukkan keutamaan untuk mencucinya dan hukumnya hanya sunnah.
  2. Kalau ada beberapa hadits yang bertentangan secara lahir, padahal masing-masing punya sandaran yang kuat, maka sebelum menafikan salah satunya, harus dicarikan dulu kesesuaian antara dalil-dalil itu. Dan menyimpulkan bahwa mani tidak najis adalah bentuk kompromi atas semua dalil yang ada. Sedangkan tindakan Nabi SAW yang mencuci bekas mani, harus dipahami bukan sebagai keharusan, melainkan kepantasan dan kesunnahan.
  3. Meskipun mazhab Hanafi mengatakan bahwa air mani itu najis, namun mereka berpendapat bahwa untuk mensucikan bekas mani cukup dengan mengeriknya setelah kering, tidak perlu dicuci.

Demikian yang dapat kami sampaikan dalam pembahasan kali ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Terakhir, kami tutup dengan firman Allah yang artinya, “Allah tidaklah malu dalam menjelaskan hal yang benar.” (QS. Al Ahzab)

0 comments

Post a Comment