"Di masa Rasulullah SAW Tasawwuf adalah sebuah realitas tanpa nama,
sekarang Tasawwuf adalah sebuah nama, tetapi hanya sedikit yang mengetahui realitasnya." (Tadziratul Auliya’)
Ummat Islam sekarang membutuhkan ulama-ulama salih
yang melaksanakan ajaran Islam dengan benar ('alimun 'aamil), mencoba dengan
segala kemampuannya untuk mengembalikan apa yang telah rusak dalam agama Islam
selama bertahun-tahun ke belakang dan mereka yang mampu membedakan antara yang
benar dan salah, halal dan haram, yang percaya kepada yang haqq dan melawan
kebatilan, serta tidak menakut-nakuti siapa pun yang berada di jalan Allah.
Ummat Islam sekarang tidak mempunyai orang yang bisa memberi nasihat atau membimbing mereka dalam mempelajari agama dan perilaku atau kebiasaan yang terpuji yang diajarkan dalam Islam. Sebaliknya, kita hanya melihat para ulama yang pura-pura mengetahui sesuatu, lalu berusaha menerapkan ide-ide dan aqidah Islam yang telah mereka kotori kepada setiap orang. Pada berbagai kesempatan konferensi misalnya, mereka memberikan ceramah mengenai Islam dari perspektif yang sangat sempit dan terbatas, tidak berdasarkan bimbingan para sahabat Rasulullah SAW atau para Imam besar Islam dan tidak pula berdasarkan konsensus sebagian besar para ulama Islam.
Jika para ulama itu mau mendengar nuraninya lebih
dalam dan kembali kepada loyalitas dan kejujuran dalam Islam tanpa campur
tangan pemerintah atau kekuatan lain yang mengontrol negara-negara Muslim
dengan uang mereka, mengabdikan dirinya hanya untuk berdakwah dan irsyad
(memberi petunjuk ke jalan yang lurus) dan berdzikir kepada Allah dan
Rasulullah r, barulah situasi dalam dunia Islam akan berubah dan kehidupan
Muslim akan meningkat dengan pesat. Harapan kita pada tahun 1416 H ini, Muslim
di Amerika dan di seluruh dunia akan bersatu kembali, saling berhubungan dalam
satu tali, yaitu Tali Allah untuk memantapkan sunnah dan syari'ah Rasulullah
SAW.
Jika orang-orang ingin meninjau sejarah lebih dalam
lagi, mereka akan menemukan bahwa setelah perjuangan para sahabat yang gagah
berani, Islam tersebar ke seluruh penjuru Timur dan Barat serta Timur Jauh
melalui dakwah dan irsyad para ulama dan para pengikut Tasawwuf (Sufisme).
Mereka mengikuti jejak yang benar dari para Khalifah Rasulullah Radiyallahu 'anhum. Mereka adalah para ulama Sufi yang sejati, yang
menopang pengajaran al-Qur'an dan Sunnah dan tidak pernah menyimpang dari
keduanya.
Sifat zuhud dalam Islam (asceticism) berkembang pada
abad pertama Hijriah dan dikembangkan dalam sekolah-sekolah yang mempunyai
fondasi yang kuat dan menjadikan al-Qur'an dan syari'ah sebagai dasar
pengajarannya, dan dijalankan oleh para ulama zahid yang dikenal sebagai Sufi.
Mereka di antaranya adalah keempat Imam pertama, yaitu Imam Malik, Imam Abu
Hanifa, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, begitu pula al-Imam Abi
'Abdallah Muhammad Al Bukhari, Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj, Abu 'Isa Tirmidzi.
Yang lainnya di antaranya Hasan al-Basri, al-Junaid, Imam Auzai' termasuk
at-Tabarani, Imam Jalaluddin as-Suyuti, Ibnu Hajar al-Haythami, al-Jardani,
Ibnu Qayyim al-Jauzi, Imam Muhyiddin bin Syaraf bin Mari bin Hassan bin Husain
bin Hazam bin Nawawi, Imam Abu Hamid Ghazali, Sayyid Ahmad al-Farouqi as-
Sirhindi. Dunia Muslim telah mengenal Islam melalui usaha para ulama zahid ini
yang dikenal sebagai Sufi karena loyalitas mereka, ketulusan dan kemurnian
hatinya.
Kita tidak menyembunyikan fakta bahwa pada saat itu,
beberapa musuh Islam datang dan mengadakan pendekatan yang ekstrim, menggunakan
nama Sufisme dan berpura-pura menjadi seorang Sufi pada saat menyebarkan
ide-ide anehnya dengan tujuan untuk memusnahkan ajaran Sufi yang sejati dan
meracuni pikiran Muslim mengenai Tasawwuf yang telah dianut mayoritas Muslim.
Tasawwuf sejati berlandaskan zuhud dan ihsan (kemurnian hati). Imam-Imam besar
ummat Muslim yang ajarannya diikuti di semua negeri Muslim, dikenal mempunyai
guru-guru Sufi. Imam Malik, Imam Abu Hanifa (berguru kepada Ja'far as-Sadiq
as), Imam Syafi'i (yang mengikuti Syayban ar-Rai') dan Imam Ibnu Hanbal
(gurunya adalah Bisyr al-Hafi ) yang semuanya menganut Tasawwuf.
Semua pengadilan dan universitas di negri-negri Muslim
menerapkan ajaran dari keempat Imam tersebut hingga sekarang. Misalnya: Mesir,
Libanon, Yordania, Yaman, Djibouti, dan beberapa negara lain mengikuti madzhab
Syafi'i. Sudan, Maroko, Tunisia, Aljazair, Mauritania, Libya dan Somalia
mengikuti madzhab Maliki. Saudi Arabia, Qatar, Kuwait, Oman dan beberapa negara
lain mengikuti
madzhab Hanbali. Turki, Pakistan, India, Myanmar dan
beberapa republik di Rusia mengikuti madzhab Hanafi. Negeri-negeri Muslim di
Timur Jauh mengikuti madzhab Syafi'i. Sebagian besar pengadilan di
negara-negara Muslim bergantung kepada fatwa-fatwa dari keempat madzhab ini dan
keempatnya diterima. Imam Malik dalam ucapannya yang terkenal mengatakan,
"Barangsiapa yang mempelajari Tasawwuf tanpa Fiqih, dia adalah seorang
kafir zindik (heretic), dan barang siapa yang mempelajari Fiqih tanpa Tasawwuf,
dia adalah seorang yang fasik (korup), dan barang siapa yang mempelajari
Tasawwuf dan Fiqih, dia akan menemukan Kebenaran dan Realitas dalam
Islam."
Ketika sarana transportasi masih sulit, Islam dapat
tersebar dengan cepat melalui usaha yang tulus dari para musafir Sufi yang
telah terdidik dengan baik sekali dalam disiplin zuhud yang tinggi (zuhud
ad-dunya) yang memang diperlukan oleh mereka yang telah dipilih Allah untuk
melaksanakan tugas suci itu. Hidup mereka adalah dakwah dan mereka bertahan
hidup hanya dengan roti dan air. Dengan cara hidup seperti itu mereka mampu
mencapai Barat dan Timur Jauh dengan keberkahan Islam.
Di abad 6 dan 7 Hijriah, Tasawwuf berkembang dengan
pesat karena diiringi kemajuan dan usaha yang keras dari para guru Sufi. Setiap
kelompok dinamai menurut nama gurunya, untuk membedakan dengan kelompok yang
lain. Sama halnya dengan sekarang, setiap orang memegang gelar dari universitas
di mana dia menjadi lulusannya. Walau demikian tentu saja Islam tetap sama,
tidak pernah berubah dari satu guru Sufi ke guru Sufi yang lain, seperti halnya
Islam tidak pernah berubah dari satu universitas ke universitas yang lain.
Namun demikian di masa lalu murid sangat dipengaruhi
oleh perilaku dan moral yang baik dari guru-guru mereka. Oleh sebab itu mereka
mempunyai sifat tulus dan loyal. Tetapi sekarang para ulama kita 'kering' dan
Islam diajarkan kepada mereka di universitas non-Muslim oleh para professor
non-Muslim (Jika kalian pandai, kalian bisa mengerti).
Guru-guru Sufi meminta muridnya untuk menerima Allah
sebagai Pencipta mereka dan Rasulullah SAW sebagai hamba dan utusan-Nya,
menyembah Allah pada saat sendirian, meninggalkan kebiasaan menyembah berhala,
bertaubat kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah SAW, memurnikan hati
mereka, membersihkan ego mereka dari kesalahan dan untuk memperbaiki aqidah
mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka juga mengajarinya untuk bersifat
jujur dan dapat dipercaya dalam segala hal yang mereka lakukan, bersabar dan
takut kepada Allah, mencintai sesama, bergantung kepada Allah, dan segala sifat
atau perilaku terpuji lainnya yang dianjurkan dalam Islam.
Untuk mencapai seluruh tingkatan yang tulus dan murni,
mereka memberi murid-muridnya do'a yang berbeda-beda seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan para Tabi'iin. Mereka mengajarkan
Dzikir-Allah, mengingat Allah dengan membaca al-Qur'an, do'a-do'a dan tasbiih
dari Hadits serta dengan membaca Nama-Nama Allah dan sifat-sifatnya yang
terdapat dalam tahlil, tahmiid, takbiir, tamjiid, tasbiih menurut ayat-ayat dan
Hadits Rasulullah r mengenai dzikir (ini dapat ditemukan pada semua buku Hadits
termasuk Bukhari, Muslim, Tabarani, Ibnu Majah, Abu Dawud dan
lain-lain di bagian 'Dzikir dalam Islam' di mana
setiap orang dapat merujuk ke sana).
Guru Sufi ini (ulama sejati) menolak ketenaran,
jabatan tinggi, uang, dan kehidupan yang materialistik, tidak seperti ulama
sekarang yang mengejar ketenaran dan uang. Mereka bersifat zahid dan hanya
bergantung kepada Allah, tunduk kepada firman-Nya :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (adh-dzariyat
:56)
Sebagai hasil dari perilakunya yang baik dan sifat
zuhudnya itu, mereka mampu meyakinkan orang-orang kaya untuk membangun masjid
dan panti (khaniqah, zawiyyah) untuk seluruh ummat Islam, juga membagikan
makanan gratis dan penginapan gratis. Dengan demikian Islam dapat tersebar
dengan cepat dari suatu negara ke negara yang lain melalui khaniqah dan masjid
tersebut. Tempat seperti itu, di mana setiap orang miskin dapat makan dan
menginap serta para tuna wisma dapat berteduh merupakan tempat pembersihan hati
bagi orang miskin dan merupakan tempat terjalinnya hubungan antara yang kaya
dengan yang miskin, antara yang hitam dengan yang kuning, merah, putih, Arab
dan non-Arab. Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadits, "Tidak ada
perbedaan antara Arab dan non-Arab kecuali dalam hal kebajikan."
Tempat ini membuat orang dari berbagai ras dan bangsa berkumpul bersama. Sufi
memegang teguh Sunnah dan Syari'ah. Sejarah mereka penuh dengan keberanian dan
perjuangan di jalan Allah, jihad fi-sabiil-illah, meninggalkan negeri mereka
untuk menyebarkan Islam dengan satu metode, yaitu cinta. Mereka mengajarkan
manusia untuk mencintai sesamanya tanpa perbedaan ras, usia dan gender. Mereka
memandang setiap orang berhak untuk dihormati terutama wanita, orang yang
teraniaya, dan fakir miskin. Sufi bagaikan bintang yang terang yang menyinari
seluruh dunia, memberi semangat kepada semua orang untuk berjihad fi
sabiil-illah, berjuang di jalan Allah, menyebarkan Islam, menolong fakir
miskin, tuna wisma, dan mereka yang membutuhkan pertolongan baik jauh maupun
dekat. Dengan Imannya, mereka bisa mencapai Asia Tengah sampai India, Pakistan,
Tashkent, Bukhara, Daghestan, dan daerah-daerah lain seperti Cina, Malaysia,
Indonesia dan lain-lain. Orang-orang Sufi sejati tidak pernah menyimpang dari Syari'ah dan Sunnah Rasulullah SAW apalagi dari al-Qur'an.
Dua sumber utama Tasawwuf adalah al-Qur'an dan Sunnah
Rasulullah SAW, sebagaimana yang disampaikan lewat pemahaman Islam Sayyidina
Abu Bakar dan Sayyidina 'Ali SAW dianggap sebagai dua guru utama seluruh aliran
Sufi. Sayyidina Abu Bakar SAW bersabda mengenai beliau, "Apa yang Allah
tuangkan ke dalam hatiku, aku tuangkan pula ke dalam hati Abu Bakar." "ma
sab-Allahu fee sadrii syayan illa wa sabatuhu fii sadrii Abi Bakrin." 1.
Allah berfirman dalam al-Qur'an (9:40) :
فَقَدْ نَصَرَهُ
اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي
الْغَارِ...
"...Sesungguhnya Allah telah
menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkannya (dari Makkah), dia tidak
mempunyai siapa-siapa kecuali seorang teman dan keduanya berada dalam
gua."
Dan Rasulullah SAW bersabda dalam hadits sebuah hadits
: "Matahari tidak pernah bersinar lebih cerah pada orang-orang selain
Abu Bakar, kecuali pada para Nabi." 2 Banyak hadits lain
yang menerangkan posisi Abu Bakar as-Siddiq. Aliran lain dalam Tasawwuf berasal
dari Sayyidina 'Ali, mengenai beliau banyak sekali hadits yang bila dipaparkan
akan memakan banyak halaman.
Sunnah Rasulullah SAW dan Syari'ah yang melambangkan
kewajiban, serta Ihsan yang melambangkan perilaku baik, semuanya melekat
menjadi karakter para ulama Sufi, mulai dari Sayyidina Abu Bakar r.a yang
menjadi kalifah Rasulullah pertama, sampai sekarang.
Sebagai seorang muslim, Kami menghormati semua madzhab dalam Islam tanpa
diskriminasi. Tetapi sebaliknya Kami tidak menerima orang yang memaksakan
ide-idenya kepada Kami, karena Kami mengikuti keyakinan yang telah diterima
oleh mayoritas Muslim, yang menerima Tasawwuf.
Di Amerika, Kami terkejut melihat sejarah dan
kebudayaan Islam selama 1400 tahun disangkal dan ditolak oleh sebagian kecil
ulama dengan cara pandang mereka sendiri, seolah-olah selama 1400 tahun para
ulama pengikut Sufi dan keempat madzhab tidak ada dan tidak pernah ada.
Islam adalah Cahaya yang diturunkan Allah melalui
utusan-Nya, Rasulullah Muhammad SAW, yang merupakan simbol kebenaran Allah.
Tanpa keraguan, beliau adalah perantara bagi semua orang, dan ini telah
disebutkan dalam semua buku fiqih.
Semoga Allah mengampuni Kami atas kesalahan dan
kekurangan dalam presentasi ini.Wallahu'alam.
-----------
1.
Hadiqa Nadiah, diterbitkan di Kairo, 1313 H. hal.9.
2.
Lihat Suyuti, Sejarah para Kalifah, Kairo, 1952. Hal. 46.
0 comments
Post a Comment