Jawaban :
Sebelum kita bicara tentang
pandangan syariah Islam tentang poligami, kita harus pahami terlebih dahulu
bahwa poligami sudah ada jauh sebelum zaman kedatangan agama Islam.
Boleh dibilang bahwa poligami itu
bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610
masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami,
menjalankannya dan menjadikannya sebagai bagian utuh dari bentuk kehidupan
wajar. Bahkan boleh dibilang bahwa tidak ada peradaban manusia di dunia ini di
masa lalu yang tidak mengenal poligami.
Lebih jauh, kalau kita buka
sejarah umat manusia, sesungguhya peradaban kita sudah mengenal poligami dalam
bentuk yang sangat mengerikan. Misalnya, seorang laki-laki bisa saja memiliki
bukan hanya 4 isteri, tapi ratusan isteri.
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid
Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali
Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa bila kita runut dalam sejarah, sebenarnya
poligami merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di
pusat-pusat peradaban manusia.
Masih menurut beliau, poligami
itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap
diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India,
China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami
adalah produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah
salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang
sesuai dengan jiwa manusia.
Pensyariatan
poligami
Poligami disyariatkan oleh Allah Swt sebagai salah satu solusi permasalahan kehidupan
manusia. Karena dalam beberapa aspek, ia bisa mendatangkan manfaat dan menolak
kemudharatan yang lebih besar.
Ijma para
ulama menyatakan bahwa diperbolehkan seseorang melakukan poligami dengan dua
persyaratan :
1. Mampu
berlaku adil terhadap para istrinya, sebagaimana termaktub dalam ayat : “Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja...” (QS. An
Nisaa : 3)
2. Memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah kepada para
istrinya itu, sebagaimana firman Allah Swt : “Dan orang-orang
yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah
memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nuur : 33)
Bantahan terhadap penentang poligami
Kalangan yang antipoligami begitu getol menentang poligami dengan berbagai dalih diantaranya dengan dalih HAM, kesetaraan gender, hingga berbagai dampak buruk akibat praktik poligami. Lebih jauh, mereka juga menggugat dalil-dalil dalam Islam yang membolehkan poligami. Berikut ini Pernyataan mereka dan jawabannya :
1. Adil adalah syarat poligami dan mustahil di wujudkan
Jawaban : Menurut kalangan antipoligami, Islam sesungguhnya melarang poligami. Alasannya, di dalam surat al-Nisa’ ayat 3 poligami memang diperbolehkan. Akan tetapi itu bisa dilakukan apabila suami memenuhi syaratnya, yaitu harus adil. Sedangkan di dalam surat al-Nisa’ ayat 129 disebutkan : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.”
Jika kedua ayat tersebut dipadukan, maka kesimpulan yang didapat adalah larangan poligami. Sebab, pada ayat pertama berisi kebolehan dengan syarat adil,sementara ayat lainnya memberitahukan bahwa manusia tidak akan berbuat adil, yang berarti manusia tidak akan dapat memenuhi syarat tersebut. Sebuah kesimpulan yang tampak logis. Namun, benarkah demikian?
Kedua ayat tersebut ( An Nisa 3 dan 129) tersebut tidak boleh diletakkan secara berhadapan akan tetapi dalam kerangka mengkhususkan yang umum (takhsîsh al-'âm). Perintah berlaku adil dalam surat al-Nisa’ ayat 3 itu bersifat umum. Sementara berlaku adil ayat 129 bersifat khusus. Sehingga kedua ayat itu memberikan makna, wajib menunaikan kewajiban terhadap isteri-isterinya dengan berlaku adil terhadap mereka kecuali dalam perkara-perkara yang mereka tidak mungkin melakukannya.
Berkenaan dengan makna ketidakmampuan berlaku adil surat an-Nisa’ ayat 129 di atas, Ibn ‘Abbas ra menjelaskan bahwa ketidakmampuan yang dimaksud adalah dalam perkara kecendrungan kasih sayang dan selera syahwat seksual suami terhadap istri-istrinya, sehingga yang lain terkatung-katung.1
Sedangkan dalam perkara-perkara yang berada dalam batas kemampuan manusia, seperti pemberian nafkah, sikap dan perlakuan lahiriah, giliran, dan semacamnya, suami wajib berlaku adil. Itulah adil yang dimaksudkan.
2. Rasulullah Saw melarang poligami berdasarkan hadits hadits tentang larangan Rasulllah Saw terhadap Ali berpoligami saat masih beristeri dengan puteri beliau, Fatimah rah.2
Jawaban : Penggunaan hadits ini untuk melarang poligami tidak sesuai dengan latar-belakang pelarangan tersebut. Nabi Saw melarang Ali ra menikah lagi karena yang hendak dinikahi Ali ra anak musuh Allah Swt, Abu Jahl. Menurut Rasulullah SAW tidak layak menyandingi putri utusan Allah dengan putri musuh Allah. Sehingga, letak pelarangan tersebut bukan pada poligaminya, namun lebih kepada person yang hendak dinikahi. Hal ini dapat disimpulkan dari Hadits yang sama dari riwayat lain.
Dalam riwayat al-Bukhari, Rasulullah Saw bersabda: " Dan sungguh aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak pula menghalalkan yang haram, akan tetapi, demi Allah, jangan sekali-kali bersatu putri Utusan Allah dengan putri musuh Allah." (HR. Bukhari)
Apabila kesimpulan itu benar, tentulah Rasulullah Saw akan melarang sama sekali praktik poligami. Sebab apa pun alasannya, poligami hanya akan mengantarkan kepada laki-laki terjatuh kepada dosa lantaran tidak bisa berbuat adil. Pada hal kenyataannya tidak demikian. Riwayat-riwayat yang shahih dari Nabi Saw justru membolehkan praktik poligami.
3 Poligami menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga
Jawaban : berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi akibat praktik poligami sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai alasan. Sebab, realitas itu terjadi karena praktik poligami tidak dijalankan sesuai dengan tuntunan Islam. Solusinya, tentu bukan melarang poligami, namun meluruskan praktik yang salah itu.
Lagi Pula, dalam rumah tangga monogami pun banyak ditemukan kekerasan. Apakah lantaran itu monogami juga harus dilarang ?
4. Wanita menjadi tertekan dan sakit hati karena suami poligami
Bantahan : Alasan bahwa wanita menjadi sakit hati dan tertekan karena suaminya menikah lagi juga tidak tepat. Perasaan tersebut hanya akan muncul akibat anggapan bahwa poligami sebagai sesuatu yang buruk. Dan itu terjadi karena kampanye masif yang dilancarkan kalangan antipoligami. Sebaliknya isteri menganggap poligami sebagai sesuatu yang baik, perasaan sakit hati dan tertekan akibat suaminya berpoligami tidak terjadi. Bahkan jika ia memahami poligami sebagai tindakan mulia dan sebagai salah satu sulusi dari masalah rumah tangganya, dengan sukarela dia mencari isteri bagi suaminya sebagaimana yang terjadi pada kalangan aktivis Islam. kalau hitung-hitung masalah sakit hati, dalam monogami apakah tidak ada kasus sakit hati ? Bagaimana tentang kasus2 perceraian sampai bunuh diri yang diakibatkan perselingkuhan dalam rumah tangga monogami ?
5. Monogami melanggar HAM
Penggunaan alasan HAM untuk melarang poligami juga tampak aneh. Mengapa alasan serupa tidak digunakan untuk melarang praktik perzinaan dan perselingkuhan, malah dilokalisasi dan dilegalisasi ? Padahal, perzinaan merupakan perilaku amoral yang menghancurkan masyarakat dan kehidupan. Bukankah ini pelanggaran HAM terberat ? Walhasil, tidak ada alasan yang dapat diterima atas penolakan poligami.
Sikap berlebihan malam masalah Poligami yang juga harus kita jauhi
Meski kita mengetahui bahwa poligami adalah syariat, namun,
kita juga harus melihat maslahat dan mafasadatnya dalam konteks yang lebih
khusus ketika berbicara poligami. Terkadang memang ada ‘pendukung’ poligami
yang terlalu over sampai memahami bahwa pernikahan dalam islam mendahulukan
poligami dan bila tidak mampu, barulah monogami. Karena menurut mereka ini, kita diperintahkan kawin dua, tiga atau empat. Kemudian jika tidak mampu baru seorang saja. (lihat An-Nisa :3)
Padahal makna ayat itu sama
sekali tidak demikian. Karena hasil istinbath para ulama dengan
membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahwa poligami merupakan
jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Misalnya alasan agar tidak
jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma`qul (logis) dan sangat bisa
diterima. Karena Allah Swt memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga
kemaluannya. Allah SWT berfirman: Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. Al-Mukminun:
5) Wallahu’alam.
-----------
1. Tafsir Al-Qur`anil Azhim,
2/317,Darul kutub,Beirut cetakan
ke-4 th.2005.
- Jâmi' al-Ushûl, juz XII,
162, Hadits: 9026.
0 comments
Post a Comment