أَنَّ اَللهَ
بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ
Secara terjemahan ayat
diatas sering diterjemahkan dengan : “Sesungguhnya Allah dan RasulNya
berlepas diri dari orang-orang musyrikin …”
Sedangkan menurut pemaknaan perkata adalah :“Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin dan
RasulNya.”
Disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa
ada seorang laki-laki dari gurun (badui) masuk Islam dan meminta diajarkan
sesuatu dari Al Quran. Kemudian seorang kaum muslimin membacakan awal surat At
Taubah: “Dan (inilah) suatu
permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji
akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.
Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik
bagimu ; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak
dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yang pedih.”( At Taubah : 3)
Akan tetapi orang tersebut membacanya
sebagai berikut :
أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ
Yaitu dengan mengkasrahkan kata رَسُوْلُ sehingga artinya berubah menjadi “bahwa sesungguhnya
Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin dan RasulNya.”
Berkatalah orang badui tersebut : “Apakah
benar bahwa Allah berlepas diri dari Rasul Nya? Demi Allah aku akan
berlepas diri dari orang yang Allah berlepas diri darinya.” Ketika Umar
mengetahui hal tersebut, ia mengutus seseorang ke orang tersebut dan
membenarkan bacaannya dan Ia berseru kepada manusia:”Hendaknya seseorang
tidak membaca Al Quran kecuali ia mengetahui bahasa Arab”.
Mungkin kita akan bertanya tentang I’raf ayat diatas, mengapa kalimat1
rasul pada ayat diatas terbaca Rasuluhu (mu’raf) bukan dibaca Rasulahu (Manshub)
? bukankah kalimat Rasul athaf kepada kalimat Allah ? Sedangkan Allah manshub
dengan sebab adanya amil انّ
(inna )?
Jawabannya bisa dua jawaban :
1. Karena ternyata amil انّ (inna ) itu tidak selamanya
menyebabkan isim harus dibaca nashab,
boleh saja sebuah isim ma’thuf (yang mengikuti) dibaca rafa’. Tentunya karena
suatu alasan. Diantaranya alasannya adalah kalau isim ma’thuf tersebut dimaksudkan
athaf kepada mufrad maka lazimnya memang harus manshub, tetapi jika isim
tersebut athaf terhadap jumlah maka boleh dirafa’kan sebagai mubtada’.
Tergantung konteks kalimat dan gaya bahasa macam apa yang dipakai.
2. Dalam tata bahasa arab dan sebenarnya juga bahasa lainnya (termasuk bahasa Indonesia)
,dikenal adanya kalimat yang dibuang karena sudah ma’fum (diketahui maknanya). Ini
bukanlah sesuatu yang asing kecuali bagi orang yang baru bisa bicara
sepotong-sepotong. Demikian juga dengan
ayat diatas, menurut Tafsir Shawi, ayat diatas telah dibuang sebagian khabarnya.
Jadi seharusnya bunyinya seperti ini : “Bahwa sesungguhnya Allah berlepas diri dari
orang-orang musyrikin dan RasulNya (juga) berlepas diri dari orang-orang
musyrikin …”
Analoginya seperti ini :
1. “Sesungguhnya Ahmad dan Zaid suka makan sate.”
Sesungguhnya = Amil
Inna
Ahmad = Isim
Inna manshub dengan sebab amil Inna
Dan = huruf
athaf
Zaid = Ma’thuf
kepada Ahmad
Suka makan Sate = Khabar Inna
Jumlah2 diatas bisa dipahami sebagai sebuah jumlah (kalimat)
yang memiliki makna yang jelas.
Dan sekarang, mari kita simak kalimat kedua berikut ini :
2. “Sesungguhnya Ahmad suka makan
sate dan Zaid (juga suka makan sate) .”
Sesungguhnya = Amil Inna
Ahmad = Isim Inna manshub dengan sebab amil Inna
Suka makan Sate = Khabar Inna
Dan = huruf
athaf
Zaid = Ma’thuf
kepada Ahmad dengan adanya takdir khabar : (Juga) suka makan sate.
Perhatikan
dua jumlah/kalimat diatas, meskipun secara susunannya berbeda, tetapi memiliki
makna dan pengertian yang sama. Yaitu sama-sama bisa dipahamai bahwa dua
kalimat diatas menceritakan tentang adanya dua orang yang bernama Ahmad dan
Zaid dan keduanya suka makan Sate.
Demikian
penjelasan tentang I’raf ayat diatas. Semoga bermanfaat. Wallahua'lam.
---
1. Dalam bahasa arab ‘kalimat artinya adalah kata,
2. ‘jumlah’ dalam bahasa arab artinya adalah kalimat.
0 comments
Post a Comment