MASALAH KENAJISAN ANJING

Bapak Pengasuh,  dalam buku fiqih yang saya baca, tertulis bahwa jilatan anjing adalah najis mughaladzah (najis berat) yang cara mensucikannya dengan tujuh basuhan di tambah dengan menggosok dengan tanah. Yang ingin saya tanyakan : pertama,  apakah ini hanya berlaku untuk jilatan anjing, bagaimana dengan anggota tubuh anjing lainnya ? Kedua, apakah daging babi najis ? Dan masuk ke dalam golongan najis yang mana ? M. Ramadhan – Sangatta
Jawaban :
Kenajisan jilatan anjing  yang dinyatakan sebagai penyebab terbitnya najis berat Atau sering juga disebut dengan istilah mughalladzah, telah menjadi pendapat  Para ulama pada umumnya.  Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Saw : “Jika Seekor Anjing minum di bejana kalian, maka cucilah tujuh kali.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Sementara dalam riwayat yang lain berbunyi : “Sucikanlah bejana kalian, jika seekor Anjing minum di dalamnya, dengan mencucinya tujuh kali, dan yang  pertamanya dengan tanah.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Keterangan hadits :
Hadist- hadits diatas  dikeluarkan oleh al-Bukhari pada hadits no: 172, Muslim dan lain-lain. Dengan redaksi masing-masing yang sedikit ada perbedaan satu sama lain. Dalam riwayat-riwayat diterangkan bahwa salah satu basuhan bersama dengan tanah, sebagian riwayat lain  menjelaskan memakai tanah pada kali pertama, sebagian lagi pada kali terakhir.  Menurut Ibnu Hajar al Asqalani, yang rajih (kuat) adalah pada basuhan yang pertama. ( Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari,1/ 369-370).
Namun yang penting untuk diketahui, ternyata para ulama’ berbeda pendapat dalam menetapkan bagian mana saja dari tubuh anjing yang bisa menerbitkan najis berat tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata:  “Adapun anjing, para ulama terbagi atas tiga pendapat : Pertama. Bahwa anjing najis seluruhnya termasuk bulunya, inilah pendapat Asy Syafi’i dan Ahmad. Kedua. Bahwa anjing adalah suci termasuk liurnya inilah pendapat yang masyhur (terkenal) dari Malik. Ketiga. Bahwa liurnya adalah najis, dan bulunya adalah suci, inilah madzhab yang masyhur dari Abu Hanifah, dan inilah riwayat yang didukung oleh mayoritas pengikutnya, dan inilah riwayat lain dari Ahmad. Inilah pendapat yang lebih kuat.” (Majmu’ al Fatawa, 5/51)
1.   Kelompok ulama yang menghukumi seluruh bagian tubuh anjing sebagai najis
Dalam fiqh empat mazhab al Jaziri disebutkan tentang penetapan kalangan syafi’iyah bahwa seluruh badan anjing adalah najis. (Fiqh ‘ala mazhabil arba’ah,1/18)
Dan pendapat ini pula yang dipegang oleh sebagian besar ulama kalangan Hanbaliyah. (Lihat Fiqh al-Islami wa ‘Adilatuhu,1/305, Mughni Al-Muhtaj, 1/78, Kasy-syaaf Al-Qanna` 1/ 208, Al-Mughni 1/52)
Kelompok pertama ini berargumen dengan hadits :  “Jika Seekor Anjing minum di bejana kalian, maka cucilah tujuh kali.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Mereka mengatakan : Perintah dalam hadits untuk membasuh bejana ketika anjing menjilatnya menunjukkan bahwa apa yang terbit dari anjing adalah benar-benar najis yang berat. Jika tidak demikian, tentu Nabi cukup memerintahkan untuk membuang sisa  air yang diminum anjing tersebut. Sehingga kalangan yang memegang pendapat ini menyatakan,  adalah tidak mungkin najisnya anjing hanya berasal dari mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya. Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga, baik kencing, kotoran dan juga keringatnya. Lagi pula anjing memiliki kebiasaan menjilat-jilat tubuhnya, sehingga tubuhnya terlumuri oleh liurnya yang najis.
Dalil lain yang digunakan adalah : Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diundang ke rumah satu kaum lalu beliau memenuhi undangan tersebut, kemudian baginda diundang ke rumah satu kaum yang lain namun beliau tidak memenuhinya. Lalu ketika ditanyakan hal ini,  beliau menjawab: “Sesungguhnya pada rumah si fulan itu ada anjing.” Lalu dikatakan kepada: “Dalam rumah si fulan (undangan pertama) ada kucing. Rasulullah Saw menjawab: “Sesungguhnya kucing bukan najis.”
Keterangan hadits :
Hadits datas diriwayatkan oleh Daraquthni, dan juga oleh imam Ahmad (2/442), al-Hakim (1/183), al-‘Uqaili dalam al-Dhu‘afa’ (3/386) dan al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (1/151); semua dari  jalan ‘Isa bin al-Musayyab, dari Abi Zur’ah, daripada Abi Hurairah.
Al Imam Daruqutni dan al Hakim memandang bahwa isnad hadits ini baik, tetapi di dha’ifkan oleh Syaikh ‘Adl Ahmad ‘Abd al-Mawjud dan Syaikh ‘Ali Muhammad Ma’wudh ketika mentakhrij hadis tersebut.
Berkata al-Hakim: “Dan ‘Isa bin al-Musayyab berseorangan daripada Abi Zur’ah kecuali bahawasanya beliau benar (shaduq) dan tidak tidak dicela secara pasti.”
Namun ini kemudiannya diikuti dengan komentar al-Zahabi: “Berkata Abu Daud (tentang ‘Isa bin al-Musayyab): Dha’if. Berkata Abu Hatim: Tidaklah dia kuat.”
 
Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata : “perintah membasuh bejana adalah karena liurnya anjing, hal ini menunjukkan dhahir (isyarat nyata) bahwa Mulut anjing adalah najis (karena tempat melekatnya air liur). Ketika dia menjilati seluruh badannya maka itu menjadi qiyas (atas kenajisan seluruh badannya).”  (Subulus Salam, 1/22) 
2.   Kelompok ulama yang menghukumi hanya air liur anjing yang najis
Pendapat yang  menghukumi bahwa yang najis dari anjing hanyalah air liurnya saja, sedangkan  anggota tubuh lainnya adalah suci, ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Fiqh ‘Ala Mazhabil ‘Arba’ah, 1/18, Majmu’ al Fatawa, 5/51 dan lainnya)
Berikut ini diantara pernyataan ulama yang memegang pendapat ini :
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:  “ Jika anjing menjilat ke dalam wadah yang berisi makanan kering, hendaklah dibuang bagian yang terkena jilatan dan sekelilingnya, sedangkan yang sisanya masih tetap bisa digunakan. Adapun bulu anjing, menurut pendapat yang kuat adalah yang kuat yang menyebutnya najis.” (Fiqhus Sunnah, 1/28).
Perkataan Sayid Sabiq yang mengatakan bulu, artinya adalah seluruh badan Anjing, karena rubuh anjing tretutupi oleh bulunya. 
3.   Kelompok ulama yang menghukumi semua anggota badan anjing termasuk liur suci
Kalangan yang mengatakan bahwa semua tubuh anjing adalah suci termasuk liurnya, ini masyhur (terkenal) sebagai pendapat ulama kalangan Malikiyah. (Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1/305)
Mereka mengatakan bahwa perintah basuhan tujuh kali untuk bejana yang diminum airnya oleh anjing adalah untuk ta’abud (ibadah) dan tidak ada kaitannya dengan kenajisan anjing. Mereka berpendapat sedemikian dengan merujuk kepada lain-lain hadis Rasulullah yang membenarkan penggunaan anjing terlatih untuk berburu dan tiadalah seekor anjing memburu dan membunuh mangsanya melainkan melalui gigitan mulutnya. (Subulus Salam, 1/22)
 Mereka juga berdalil dengan firman Allah Swt :  “Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.” (Al Maidah : 4)
Demikian perbedaan ulama dalam memandang kenajisan anjing. Wallahu a’lam.
Apakah babi Najis ?
Umumnya para ulama menyamakan hukum babi dengan anjing. Sehingga yang berpendapat seluruh anggota badan anjing najis mughaladzah akan menajiskan pula seluruh badan babi. Begitu juga dengan yang lain. Dalil yang digunakan adalah Firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 173)
Wallahu a’lam.


0 comments

Post a Comment