PENTINGNYA MEMPELAJARI ILMU FIQIH



 Tujuan materi :

1.      Jama’ah bisa memahami kedudukan ilmu fiqih dan keutamaan mempelajarinya.
2.      Jama’ah termotivasi untuk mempelajari ilmu Fiqih secara intensif.
3.      Jama’ah bisa mengetahui bahayanya melakukan amalan yang tanpa didasari ilmu fiqih.

A.   PENGERTIAN ILMU FIQIH
Fiqih secara bahasa al Fahm (pemahaman),[1] atau pengetahuan tentang sesuatu[2]. firman Allah ta’ala :
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ
“Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu." (Huud :91)

Fiqih secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum syara’  yang berhubungan dengan amalan praktis, yang diperoleh dari dalil-dalil syara’ yang terperinci.[3]

B. KEUTAMAAN ILMU FIQIH

1. Tafaquh fid-dien (memperdalam pemahaman agama) Adalah Perintah Dan Hukumnya Wajib.

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi : "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.” (Ali Imran : 79)

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah : 122)
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةً عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

 “Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap muslim.” (HR.Ibnu Majah)

2. Paham terhadapat ilmu fiqih adalah nikmat yang agung dan tanda bertambahnya kebaikan.

وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمً
“... Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar.” (An-Nisaa’: 113)

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
 “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” (Mutafaqqun ‘Alaih)

3. Fiqih bersumber dari al Quran & Sunnah adalah penjaga dari penyimpangan/kesesatan.
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتاب الله وسنة نبيه
“Telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang dengan keduanya, tidak akan tersesat : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”. (HR.Muslim)
                         
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang beramal dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.” (Mutafaqqun ‘Alaih)
4.                  Ahlu  fiqih dan orang yang mempelajarinya adalah orang yang memiliki derajat yang tinggi.

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al Mujadilah : 11)

5.                  Orang yang paham ilmu syari’at adalah orang yang dekat kepada taufiq dan hidayah Allah

وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)
وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
6.               Tidak Paham Syariah dan khsususnya fiqih  akan menimbulkan Perpecahan dan menghilangkan kekuatan umat
Para ulama terbiasa berbeda pendapat, karena berbeda hasil ijtihad sudah menjadi keniscayaan. Namun karena ilmu yang mereka miliki membuat mereka  tidak saling mencaci, menjelekkan atau menafikan.
Sebaliknya, semakin awam seseorang terhadap ilmu syariah, biasanya akan semakin tidak punya mental untuk berbeda pendapat. Sedikit perbedaan di kalangan mereka sudah memungkinkan untuk terjadinya perpecahan, pertikaian, bahkan saling menjelekkan satu sama lain.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
 “Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfaal :46)

7.  Kehancuran umat dan datangnya kiamat Ditandai Dari Hilangnya Ilmu Syariah


مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا

“Diantara tanda-tanda terjadinya hari kiamat yaitu: diangkatnya ilmu, kebodohan merajalela, banyaknya orang yang meminum minuman keras, dan zina dilakukan dengan terang-terangan.” (HR. Muslim)
ﺿﻴﻌﺖ ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻷﻣﺎﻧﺔ . ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﺿﺎﻋﺘﻬﺎ ﻛﻴﻒ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻏﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﺳﺪ ﺇﺫﺍ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﺃﻫﻠﻪ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR. Bukhari)

5. Tipu Daya Orientalis dan Sekuleris Sangat Efektif Bila Lemah di Bidang Syariah
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 73)
Para ulama syariah terbiasa berbeda pendapat, karena berbeda hasil ijtihad sudah menjadi keniscayaan. Namun mereka sangat menghormati perbedaan diantara mereka. Sehingga tidak saling mencaci, menjelekkan atau menafikan.
Sebaliknya, semakin awam seseorang terhadap ilmu syariah, biasanya akan semakin tidak punya mental untuk berbeda pendapat. Sedikit perbedaan di kalangan mereka sudah memungkinkan untuk terjadinya perpecahan, pertikaian, bahkan saling menjelekkan satu sama lain.
Referensi tambahan :
1.    Dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda :
أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
 “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu.”[4]

2.    Rasulullah Saw bersabda :
سيأتي على الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة . قيل وما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه ؛ يتكلم في أمر العامة


“Akan datang tahun-tahun yang dipenuhi penipuan. Pada saat itu, seorang pendusta justru dibenarkan dan seorang yang jujur malah didustakan. Seorang pengkhianat malah dipercaya dan seorang yang amanah malah dikhianati. Pada saat itu, ar-ruwaibidhah akan angkat bicara. Para sahabat bertanya, “Apa ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Ar-ruwaibidhah adalah seorang yang (pada hakekatnya) dungu, namun berani bicara mengenai urusan umat.” (HR. Bukhari).
3.    Ali a berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,
يا كميل بن زياد القلوب أوعية فخيرها أوعاها للعلم احفظ ما أقول لك الناس ثلاثة فعالم رباني ومتعلم على سبيل نجاة وهمج رعاع اتباع كل ناعق يميلون مع كل ريح لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجئوا إلى ركن وثيق

“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya, 1/70-80).
4.    Al Imam Ahmad t mengatakan :

الناس محتاجون إلى العلم قبل الخيز و الماء لأن العلم محتاجون إليه الإنسان في كل ساعة و الخبز و الماء في اليوم مرة أو مرتين

Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air, karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali” (Al Adab asy Syar’iyyah 2/44-45).
5.    Imam Asy Syafi’i t berkata :

كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْآنِ مُشْغِلَةٌ    إِلاَّ الْحَدِيْثَ وَ عِلْمَ الْفِقْهِ قِي الدِّيْنِ
اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْهِ قَالَ حَدَّثَنَا         وَ مَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَسُ الشَّيَاطِيْنَ

Setiap ilmu selain Al Qur-an akan menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih
Ilmu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat ungkapan ‘Haddatsana’ (yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu). Adapun ilmu selainnya, hal itu hanyalah bisikan syaithan semata (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).
Beliau juga  mengatakan,

مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً          تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ         فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ
Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda
Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).
6.    Nabi y bersabda  :

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim nomor 2699).
Wallahu a‘lam.


[1] Fiqh al Islami wa Adillatuhu,1/30 :
الفقه لغة: الفهموعرف الشافعي رحمه الله الفقه بالتعريف المشهور بعده عند العلماء بأنه: العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية
[2] Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah, 32/193 :
الْفِقْهُ فِي اللُّغَةِ: الْعِلْمُ بِالشَّيْءِ وَالْفَهْمُ لَهُ، وَالْفَطِنَةُ فِيهِ، وَغَلَبَ، عَلَى عِلْمِ الدِّينِ لِشَرَفِهِ،وَفِي الاِصْطِلاَحِ هُوَ: الْعِلْمُ بِالأَْحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ، الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّةِ
Lihat pula Al Fiqh asy Syari’ah,1/2 :
معناه علم القانون الإسلامي فهو علم الأحكام الشرعية العلمية التي تخص أفعال المكلفين، وبذلك تخرج أحكام العقائد والأخلاق من مدلول الفقه. لذا يعرف الفقه بأنه: (العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية) وهذا التعريف للفقه في غاية الدقة إذ إنه يظهر وجهة نظر علماء المسلمين الخاصة لعلم الحقوق، وفيما يلي إيضاح عناصر هذا التعريف:
أولًا: الفقه علم: فهو ذو موضوع خاص وقواعد خاصة، وعلى هذا الأساس درسه الفقهاء في كتبهم وأبحاثهم وفتاويهم فهو ليس فنًّا يغلب فيه الذوق على العقل والمشاعر على الحقيقة.
ثانيًا: الفقه العلم بالأحكام الشرعية، والأحكام الشرعية هي المتلقاة بطرق السمع المأخوذة من الشرع دون المأخوذة من العقل كالعلم بأن العالم حادث، وأن الواحد نصف الاثنين، أو الأحكام المأخوذة من الوضع والاصطلاح اللغوي فالحكم الشرعي هو القاعدة التي نص عليها الشارع في مسألة من المسائل وهذه القاعدة إما أن يكون فيها تكليف معين كالواجب والمحرم فتسمى الحكم الشرعي التكليفي، وإما أن لا يكون فيها أي تكليف كالحكم بالصحة أو البطلان على فعل معين، فيقال لها الحكم الشرعي الوضعي.
ثالثًا: الفقه العلم بالأحكام الشرعية العملية: وكلمة عملية تعني أن الأحكام الفقهية تتعلق بالمسائل العملية التي تتعلق بأفعال الناس البدنية في عباداتهم ومعاملاتهم اليومية ويقابل بالأحكام العملية الأحكام العقائدية وأحكام صلاح القلب وهو ما يسمي بعلم الأخلاق، فهذه تتعلق بأفعال القلوب لا بأعمال الأبدان، ولذلك لا تسمى فقها في هذا الاصلاح.
رابعًا: جاء في التعريف أن علم الفقه مكتسب من أدلة الأحكام التفصيلية ومعنى ذلك أن الأحكام تعد من علم الفقه إلا إذا كانت مستندة إلى مصادر الشرع المعلومة أي أدلة الشرع. والفقيه هو الذي يسند كل حكم من أحكام الشرع إلى دليله، فالقانون الإسلامي أو الفقه الإسلامي ليس وضعيًّا من صنع الدولة بل هو تشريع ديني يستند إلى مصادر دينية

[3] Definisi oleh imam asy Syafi’I ini adalah yang paling populer. Lihat pula Syarh Jam’il Jawami’,1/32. Syarh al Isnawi,1/24 dan Mir’ah al Ushul,1/50

[4] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Majah (no. 4112), dan Ibnu ‘Abdil Barr (I/135, no. 135), Lihat Shahiih at-Targhib wat Tarhiib (no. 74). Lafazh ini milik at-Tirmidzi. 

0 comments

Post a Comment